K. H. Amin Fadlilah, Ph. D.: Hafiz sejak Masih Remaja
UIN KHAS Jember mengamanahkan Ma’had Al-Jami’ah untuk mencetak mahasantri yang unggul dan moderat. Jadi, tak perlu heran, Ma’had Al-Jami’ah di bawah kepemimpinan Fathor Rahman, M. Sy. sangat serius menjalankan amanah itu. Terlebih, dalam urusan mencetak mahasantri yang unggul dalam Alquran dan kitab, ma’had sangat totalitas. Langkah strategisnya, ma’had menyediakan program takhasus atau program khusus bagi mahasantri ma’had yang memenuhi kualifikasi.
Demi menjaga kualitas out put Ma’had Al-Jami’ah, pengelola Ma'had menyiapkan mualim yang berkapabilitas. Dalam hal ini, Kepala Bidang Ta’lim dan Takhasus-nya diamanahkan kepada Amin Fadlilah, Ph. D. atau yang sering dipanggil Kiai Amin.
Sebagai gambaran awal, sosok Kiai Amin adalah sosok yang sangat sederhana. Namun, demikian, pria kelahiran Lumajang, 13 Mei 1976 ini memiliki kealiman yang tidak bisa diragukan. Jika jenjang pendidikan formal dijadikan tolok ukurnya, Kiai Amin adalah seorang dosen di UIN KHAS Jember yang menyelesaikan S-2 dan S-3 di luar negeri. Tepatnya, S-2 di Universitas Kebangsaan Malaysia dan untuk S-3 nya diselesaikan di Universitas of Malaya Kuala Lumpur. Sementara itu, untuk gelar sarjana, ia tempuh di Indonesia, yakni di Perguruan Tinggi Ilmu Alquran Jakarta.
Di sisi lain, jika tolok ukurnya adalah kealiman dalam ilmu agama, Kiai Amin adalah seorang Hafiz yang hafal 30 juz. Kiai Amin juga memiliki istri dan anak yang hafal Alqur’an. Muhammad Abis Syiena Safir Al-Hilmi putra pertamanya yang masih duduk di aliyah telah menghatamkan hafalannya. Dari uraian tentang keluarga yang hafal Alquran, dapat diterka kedalaman ilmu agama Kiai Amin sebagai kepala keluarganya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, bagaimana Kiai Amin menghafal Alquran, Kiai Amin menceritakan bahwa niat awalnya hanya berbakti kepada orang tuanya. Kiai Amin mulai menghafal di usia anak-anak yang notabene sering disebut masa bermain. Dengan begitu, godaan terbesar yang beliau alami saat itu adalah godaan untuk bermain.
Kiai Amin mulai menghafal selepas sekolah dasar (SD). Beliau sebelumnya mengaji dengan ayah kandungnya yang bernama K. H. Abdullah Sajadi Fadlilah di Ponpes Darul Galah Lumajang. Lantas, Kiai Amin dipondokkan di Madrasatul Qur’an Tebu Ireng Jombang yang merupakan pondok tahfiz. Di ponpes ini Kiai Amin menghafalkan Alquran selama empat tahunan. Di pondok asuhan K. H. Yusuf Masyhar ini lah beliau menghatamkan quran bil hifdzi.
Selanjutnya, Kiai Amin tabarrukan mondok di pondok pesantren yang diasuh oleh Habib Muhammad di Tapang Probolinggo dan tidak lama kemudian beliau melanjutkan mondok spesialis tahfiz, Darul Qur’an Singosari. Di pondok ini beliau mendalami mengaji sab’ah (mengaji 21 ragam bacaan). Di Ponpes Darul Qur’an beliau tinggal sekitar dua tahun hingga akhirnya beliau melanjutkan mondok di Ponpes Darussalam Kalibaru Banyuwangi.
Itulah sekelumit perjalanan menuntut ilmu Alquran Kiai Amin. Beliau berpesan kepada para seluruh santri agar selau bersyukur karena orang tua mengirim anak ke pesantren. Menurutnya, mondok adalah kenikmatan karena tidak semua anak diberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan pesantren. “Jadi, bersyukurlah dan banggalah menjadi santri,” imbuhnya. (Shdq & Slf)